Riset global membuktikan SMS marketing enam kali lebih efektif dari email, namun gelombang spam di Indonesia mengancam masa depan channel komunikasi ini.
June 10 2025
SMS marketing berpotensi menjadi game changer berkat jangkauannya yang langsung ke ponsel konsumen dan tingkat click-through yang tinggi. Namun, gelombang spam yang melanda inbox pengguna Indonesia belakangan ini mengancam reputasi saluran pemasaran yang terbukti efektif ini. Lantas, bagaimana brand seharusnya merespons dilema ini?
Beberapa riset terbaru mengungkap bahwa SMS yang dianggap sudah usang oleh banyak pihak justru menunjukkan efektivitas luar biasa dalam pemasaran digital.
Global Benchmark Report 2025 dari Dotdigital, perusahaan pemasaran digital berbasis di Inggris, menunjukkan tren menarik: meski penggunaan SMS secara global menurun 19 persen, kawasan Asia Pasifik dan Amerika justru mengalami lonjakan signifikan masing-masing 53 persen dan 42 persen.
“SMS tak berangsur hilang, melainkan hanya berubah,” demikian kesimpulan laporan tersebut.
Perubahan itu terutama terlihat dalam adopsi SMS sebagai strategi marketing yang semakin masif. Statistik membuktikan kehebatannya.
Studi lembaga riset Ipsos terhadap kampanye SMS marketing di platform Dotdigital mengungkap conversion rate yang mencapai 69 persen, dengan delivery rate 91 persen dari total lebih dari 500 ribu SMS yang dikirim.
Dotdigital juga mencatat SMS memiliki tingkat keterlibatan (engagement) yang jauh lebih kuat dibanding email marketing. Secara global, SMS memiliki Click-Through Rate (CTR) enam kali lebih tinggi ketimbang email.
Angka tersebut diperoleh dari analisis puluhan miliar email dan lebih dari setengah miliar kampanye SMS di akun pelanggan Dotdigital selama 12 bulan dari 1 Agustus 2023 hingga 31 Juli 2024. Riset ini mencakup aktivitas pemasaran di lebih dari 40 industri dan beberapa negara di seluruh dunia.
Berikut perbandingan tingkat keterlibatan antara SMS dan email menurut Dotdigital:
Metrik
SMS Global
SMS APAC
Email Global
Email APAC
CTR
19%
20%
3,1%
1,9%
Unique CTR
17%
17%
1,3%
1%
Unsubscribe Rate
0,12%
0,2%
0,13%
0,13%
CTR adalah persentase penerima yang mengklik satu atau lebih tautan dalam kampanye marketing. Unique CTR mengukur persentase penerima yang mengklik tautan setidaknya satu kali. Unsubscribe rate menunjukkan persentase penerima yang berhenti berlangganan setelah menerima kampanye marketing.
Riset Dotdigital tidak menyertakan angka open rate untuk SMS, hanya mencantumkan open rate email (45,7 persen global dan 39,3 persen Asia Pasifik). Namun, riset Sender 2023 menemukan open rate SMS mencapai 98 persen, dengan 90 persen penerima membukanya dalam kurun waktu kurang dari 3 menit.
Belakangan, netizen Indonesia mengeluhkan bombardir pesan singkat pemasaran yang masuk tanpa izin ke inbox ponsel mereka. Keluhan terutama datang dari pelanggan Telkomsel dan Indosat Ooredoo Hutchison (IOH).
Salah satu netizen di LinkedIn, misalnya, mengeluhkan SMS iklan yang didominasi brand pinjaman online (pinjol) meski menggunakan nomor pascabayar. Setelah viral, provider baru mengontak dan berjanji melakukan penyesuaian.
Warganet di Twitter/X juga mengeluhkan serbuan SMS serupa di kedua operator tersebut, yang banyak mempromosikan pinjol, perbankan, dan asuransi baik dengan label brand resmi maupun nomor tak dikenal. Padahal, pelanggan tidak pernah memberikan persetujuan.
Donny Oktavian Syah, Dosen Ilmu Administrasi Niaga Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (UI), memperingatkan dampak jangka panjang dari bombardir SMS marketing “tak terkendali” ini bagi pemilik brand dan operator seluler.
“Ini berujung pada kenyamanan pengguna. Meski tinggal di-delete, beberapa riset menyebut hal ini cukup menjengkelkan,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute Heru Sutadi menambahkan, kasus serbuan SMS marketing bisa merusak reputasi brand dan operator seluler. Publik akan menilai operator telekomunikasi tidak mampu menjaga data pengguna sekaligus tidak memiliki kemampuan memfilter SMS.
Menurut Heru, perundangan di Indonesia termasuk UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) sebenarnya mengatur bahwa SMS marketing harus mendapat persetujuan (consent) dari pengguna terlebih dahulu. “Kalau tidak ada persetujuan dari pemilik nomor, seharusnya tidak dikirimkan.”
Masalahnya, nomor telepon di Indonesia sudah banyak tersebar. Hal ini memicu munculnya dua kelompok besar SMS marketing yang kerap menyerbu inbox konsumen.
Konsultan keamanan siber Vaksincom, Alfons Tanujaya, mengelompokkannya menjadi dua. Pertama, layanan SMS marketing dari operator seluler yang berbasis lokasi seperti penawaran promo restoran saat masuk mall tertentu.
Kedua, SMS pemasaran dari nomor tak dikenal. Ini terkait penjualan nomor telepon yang dikumpulkan secara massal dari berbagai sumber: mulai penjual pulsa eceran hingga kebocoran data lembaga pemerintah dan perusahaan yang dijual di forum gelap. Kumpulan nomor tersebut kemudian dijual ke jaringan pinjol dan judi online.
Alfons menyebut provider kini bermain di “area abu-abu” menikmati keuntungan dari kedua jenis SMS tersebut sambil tetap tidak terlihat melanggar aturan.
“Mereka menganggap semua [pelanggan] setuju [dengan pengiriman SMS marketing],” katanya.
Menurut Alfons, Indonesia masih jauh untuk menerapkan aturan pembatasan SMS sebagai sarana promosi dan komunikasi bisnis-pelanggan termasuk One Time Password (OTP) seperti di Singapura. Semua kembali pada niat otoritas terkait.
Sementara Heru menyebut penggunaan SMS marketing belum bisa dihapus sepenuhnya di Indonesia karena keterbatasan akses internet di banyak wilayah. Penggunaan saluran pemasaran lain seperti email dan WhatsApp pun terhambat.
“SMS tidak bergantung pada layanan data atau internet, jadi bisa digunakan di mana pun,” ujarnya.
Merespons kasus ini, Indosat mengaku “senantiasa menjaga dan menghormati kepercayaan pelanggan, termasuk dalam setiap komunikasi.” Perusahaan menyatakan semua penawaran atau promosi marketing hanya dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari pelanggan.
“Kami memahami preferensi pelanggan dapat berubah seiring waktu. Pelanggan memiliki hak menyesuaikan atau mencabut persetujuan kapan saja,” ujar Irsyad Sahroni, Director & Chief Human Resources Officer IOH.
Komposisi sektor industri yang getol menggunakan SMS marketing di Indonesia terutama pinjol dan frekuensi pengirimannya sebenarnya kurang sejalan dengan hasil riset internasional.
Dotdigital menyebut tidak semua sektor cocok menggunakan SMS sebagai saluran marketing utama. “Jika Anda memiliki tindakan tertentu yang ingin dilakukan audiens, SMS adalah saluran yang tepat,” kata lembaga tersebut.
Menurut riset itu, enam industri dengan SMS CTR tertinggi adalah pemerintahan (64 persen), gambling (56 persen), telekomunikasi (52 persen), consumer goods & services (36 persen), hotels, restaurants & venues (33 persen), dan transportasi (33 persen).
Untuk Unique CTR, enam industri teratas adalah judi (46 persen), pemerintah (40 persen), telekomunikasi (39 persen), hotels, restaurants & venues (28 persen), consumer goods & services (27 persen), dan travel and leisure (27 persen).
Donny Oktavian Syah, yang juga pakar strategic marketing, mengatakan SMS akan lebih efektif bagi bisnis yang mencari pelanggan secara langsung dan cepat.
Contohnya: retail dan bisnis digital (memicu pembelian impulsif dan mempertahankan brand awareness), kafe atau restoran (konfirmasi reservasi, promosi event, pemberian reward), bisnis klinik/spa/dokter gigi (pengingat janji temu, tips kesehatan, pengingat check-up), real estate (pengingat open house, promosi properti baru), dan jasa travel/hospitality (konfirmasi booking, tips perjalanan, pengingat check-in).
Donny juga menggarisbawahi perlunya pengaturan frekuensi SMS marketing secara bijaksana agar tidak menimbulkan antipati dari pelanggan atau calon pelanggan.
“Untuk pengiriman ideal dalam sehari, tidak ada teori baku sebaiknya berapa sering mengirim SMS,” ujar Kepala Laboratorium Inovasi, Kebijakan dan Governansi (LINK-GOV) itu. “Terlalu sering mengirim SMS akan menyebabkan ‘gangguan terhadap aktivitas konsumen’ yang pada gilirannya kontraproduktif bagi bisnis.”
Alfredo Salkeld, Brand Director di Sinch perusahaan Communication Platform as a Service (CPaaS) asal Swedia bahkan merekomendasikan pengiriman SMS marketing hanya sekali setiap dua minggu.
Ia mengakui frekuensi ideal bisa berbeda untuk setiap jenis bisnis. Misalnya, perusahaan pengiriman makanan yang selalu ada perubahan menu bisa mengirim seminggu sekali. Ada pula yang cocok mengirim hanya beberapa kali dalam setahun.
“Namun sekali lagi, satu pesan setiap dua pekan adalah posisi baik untuk memulai. Kemudian awasi tingkat keterlibatan, pantau unsubscribe rate, dan optimalkan dari sana,” tuturnya.
Riset mencatat SMS berada di posisi kedua saluran marketing favorit pelanggan. Berdasarkan data Validity 2021, saluran komunikasi marketing yang paling dipilih konsumen adalah email (92 persen), SMS (70 persen), aplikasi brand (68 persen), iklan online (65 persen), dan media sosial (61 persen).
“Konsumen menempatkan SMS sebagai saluran terbaik kedua untuk menjangkau mereka setelah email, jadi pemasar perlu memanfaatkan saluran tersebut,” menurut Dotdigital.
Namun, dengan beragam masalah mulai keterbatasan fitur hingga kasus spam dan scam Donny menilai “email marketing lebih dipercaya ketimbang SMS marketing, meski tidak bisa digeneralisir tergantung konteks dan audiens yang ditargetkan.”
Mengapa demikian?
Pertama, email lebih kredibel dan formal ketimbang SMS. Email memiliki kelengkapan alamat (address) hingga desain logo yang memberikan “legitimasi” lebih dibanding format SMS yang lebih plain.
Kedua, email lebih kecil kemungkinan terpapar spam dan phishing karena memiliki fitur penyaringan. Sementara SMS, yang terkesan lebih personal, lebih rentan disusupi scam hingga fake alerts yang menimbulkan keraguan.
Ketiga, email marketing lebih transparan berkat platformnya yang kerap menuntut kejelasan keikutsertaan atau double opt-ins, serta memiliki kemudahan opsi unsubscribe. Sedangkan opt-ins SMS kurang terstandar, dengan opsi keluar (opt-out) yang kurang jelas.
Praktik SMS marketing di berbagai negara menunjukkan pendekatan yang lebih teratur. AS, Inggris, dan beberapa wilayah Eropa menetapkan pukul 20.00-08.00 waktu setempat sebagai waktu terlarang pengiriman SMS marketing. Di Prancis, SMS marketing dilarang di hari Minggu dan Hari Libur Nasional.
Kontras dengan kondisi Indonesia, yang masih mengalami bombardir SMS marketing tanpa mempertimbangkan waktu atau preferensi pengguna. Situasi ini memperburuk persepsi publik terhadap saluran yang sebenarnya efektif ini.
Meski demikian, perkembangan saluran komunikasi lain seperti WhatsApp menunjukkan evolusi dalam lanskap digital marketing. Platform ini menawarkan pengalaman yang lebih kaya dan kurang invasif dibanding SMS tradisional, meski email marketing tetap menjadi pilihan utama konsumen.
Controversial public communication strategy amid Astronomer scandal
Health technology is at hand, but what are consumers looking for?
The AI dilemma in brand communication: between efficiency and authenticity
Indonesian consumers financially confident amid economic concerns
Beyond sponsorships, sports marketing orientation shifts to experiences and communities
Latest article
Haymarket meraih berbagai pencapaian keberagaman, aksi iklim, dan keterlibatan karyawan melalui laporan dampak terbaru
VinFast signs 20 new dealer partners aiming for 85 showrooms nationwide
TUMI recruits Chinese actor Wei Daxun as brand ambassador targeting Asia Pacific
Emirates appoints Ruder Finn Era to manage communications in Southeast Asia
Google's Fashion AI will 'fundamentally change' the digital ad industry
Why Asian brands should not be absent from sports sponsorship
Controversial public communication strategy amid Astronomer scandal
Health technology is at hand, but what are consumers looking for?
Meta removes hundreds of thousands of predatory accounts, adds teen safety features on Instagram
Cindy Rose and the big to-do list to revive WPP
